TOPENG KEHIDUPAN


Bismillahir rahmaanir rahiim...

Saya tidak tahu sejak kapan saya bermusuhan dengan dunia dan sejak kapan pula saya kembali berteman.  Yang saya tahu ketika saya memutuskan untuk berdamai, begitu banyak hal yang saya pikirkan.  Sebab, yang harus saya lakukan hanyalah menerima kenyataan. Awalnya saya ingin menghilang atau mundur, tetapi saya tahu itu bukan jalan yang terbaik.

Ada yang mengatakan hidup adalah peperangan, mungkin itu benar. Tapi perang itu melelahkan yang kita hasilkanpun adalah kemenangan atau kekalahan, sementara buat saya hidup itu lebih besar, jauh lebih besar daripada urusan kalah dan menang. Barangkali karena saya sudah tidak bernafsu lagi untuk berperang, barangkali tak ada sisa tenaga.

Dan bukan masalah dunia, ini masalah tentang begitu banyak topeng yang tersebar di dunia. Kenapa topeng? Entahlah, banyak pertanyaan yang hanya diri kita sendiri yang mampu menjawabnya. Bukankah dunia itu tak lebih dari sekedar permainan? Lantas, mengapa dunia ini penuh dengan hal-hal palsu, apa sih yang benar-benar orsinil di dunia ini? Bahkan barang imitasi di imitasikan lagi, bukan hanya barang, tetapi mimik muka, bahkan hati.

Pernah nggak sih merasakan ketidaknyamanan, namun harus menyamankan diri karena keadaan? Kalau sudah seperti itu apa hal yang kau lakukan? Sebab parameter kenyamanan tiap orang berbeda-beda. Karena itu kita mulai mencoba satu demi satu topeng yang pas untuk kita pakai saat itu. Dan itulah kemunafikan yang disengaja.

Saya pernah membaca, menurut survei tidak kurang dari 86% kepribadian seseorang selalu memakai topeng. Ada topeng tertawa, menangis, marah, prihatin, dan seribu ekspresi lainnya. Saya pikir hanya seorang psikopat saja yang bisa melakukan hal ini, tapi saya mulai mengerti bahwa saya, atau mungkin kalian juga sama-sama memakai topeng, entahlah. Kita memakai topeng untuk memenuhi tuntutan hidup, yang dapat berganti-ganti tiap situasi.

Seperti contohnya, saya memiliki beberapa orang teman yang begitu istimewa, mereka banyak tertawa, banyak becanda, bergurau, melakukan kesenangan, namun jauh di kedalaman hatinya siapa yang tahu?  tertawa sebenarnya ia lakukan untuk menghibur hatinya, mereka mungkin hanya mampu memamerkan senyuman manis di bibirnya di antara beribu masalah di jiwanya. Well, apakah memakai topeng itu baik? Keadaan menjadi ambigu saat tawa menjadi tangisan dan tangisan menjadi hiburan. Dalam hal ini saya menyimpulkan bahwa orang yang paling banyak tertawa justru orang yang paling banyak masalah dibanding mereka yang lebih sering galau menggalau dan mencari perhatian, itu hanya persepsiku, silahkan jika kalian berbeda pendapat. Wallahu a’lam.

Sebagian orang senang berteman, senang dapat memiliki banyak teman, senang bergabung dengan komunitas, lingkungan yang baru dan hal yang sebisa mungkin menghindari kesendirian, kesepian, dan kehampaan. Namun, di sisi lain ada orang-orang yang memiliki kebahagiaan tersendiri apabila dirinya sedang merasa sepi dan menikmatinya.

Mungkin kita memang memerlukan topeng disaat kondisi ketidaknyamanan, namun tidak semua kenyamanan memberikan pelajaran berarti. Lantas apakah selama hidup memerlukan topeng? Apakah saya harus belajar menjadi pribadi yang baru untuk mendapatkan kenyamanan baru tanpa harus menggunakan topeng? Sudahlah, tidak harus dipikirkan.

Kadang kita hanya perlu istirahat sejenak, sekadar memberi ruang bagi perenungan.



Catatan ini tiada maksud untuk menggurui, maaf jika saya salah...




Persinggahan Nila
28 Oktober 2012

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TRAGEDI LEMBAH HIJAU

Apapun Selain Hujan (Review Buku)

Lima Pencapaian yang Terjadi di 2017