Dambaku di 17 September (Cerpen)

Bila ada satu nama ku rindu
Selalu sebutkan namamu
Seperti bintang indah matamu
Andaikan sinarnya untuk aku
Seperti ombak debar jantungku
Menanti jawabanmu…

            Kau tahu, ini adalah salah satu yang lagu yang mewakili perasaan aku saat ini. Sekarang aku mengerti bahwa acap kali aku terpaku diam dan hanya memendam rindu dalam kalbu yang masih menyimpan luka itu, luka yang sudah pernah infeksi. Hanya saja kau memberikan aku harapan, membuatkan aku obat mujarab yang seketika mengembalikan kembali serpihan jundi-jundi hati pada tempatnya, seperti dahulu saat pertama kali aku mengenal kau,
            Aku tak pernah sekalipun berpikir akan senekat ini, karena aku hanya lelaki lembut, katanya. Kau tentu tahu, kan, bahwa kata lelaki lembut adalah sebuah sindiran untukku yang pendiam. Jika mengingat hal itu aku seperti tak pernah bisa lepas dari bayang-bayang itu sama sekali, karena sudah melekat kental di otakku.

5 Juli 2006
            Aku kembali mengeja ulang setiap waktu yang berlalu. Kau masih ingat saat senja mulai menampakkan aroma jingga, hanya ada aku dan kau, Vi yang masih terpaku menatap langit, menanti pulang, akibat hukuman senior saat masa orientasi, mungkin kau sudah lupa, maka biar aku yang mengenang semuanya.
            Saat itu kau hanya diam, menolehpun tidak. Sedangkan aku, hanya menunduk tanpa berani menatap, jangankan menatap melirik sedetik ke arah kau saja aku tak sanggup. Aku merasakan melodi-melodi cinta yang mendera saat itu, meski belum melihat kau seutuhnya aku berani mengatakan bahwa itu pertama kali aku merasakannya. Ya, sepertinya ini Cinta. Meskipun begitu banyak pertanyaan yang menumpuk di kepala, aku tetap belum menemukan jawaban yang pasti. Kau masih belum bisa terjamah.
            Kita hanya berdua, Vi. Di lapangan terbuka saat awal perjumpaan kita. Hahaha… ironisnya saat itu aku dan kau sama-sama sedang dikerjai senior. Mungkin aku harus menyampaikan beribu terimakasih pada senior yang menghukum kita. Dan bahkan aku berharap akan ada hukuman lainnya, asal bersama kau, Vi.

10 Juni 2006
            Di halte bus pagi itu, aku mencari jejak kau, Vi. yang kutemukan hanyalah bulir-bulir hujan yang menetes satu persatu dengan melodi indah rintik-rintiknya membuat aku semakin memikirkan kau, mengapa kau tak juga hadir. hingga aku menunggu beberapa saat.
            “Akhirnya kita bertemu juga, Vi. Ini adalah saat yang kutunggu.” Suara batinku. Aku melihat kau menapakkan kaki saat turun dari bus 502 arah tanah abang-ciputat, melihat kau yang basah, lalu kau berdiri tepat di sebelahku yang mulai kaku, urat sarafku seakan tak lagi berfungsi saat kau datang. Nyatanya lagi dan lagi aku hanya membisu.
            “Ya Tuhan, aku tak ingin hujan kali ini cepat selesai. Izinkan aku berlama-lama dengannya di sini.”
            Dan kau tahu? Tuhan benar-benar mengabulkan. Hanya saja kau yang begitu cepat berlalu. Seorang lelaki dengan paras yang bisa dibilang lebih baik daripadaku juga memakai putih abu-abu, tiba-tiba saja datang menjadi pengacau. Mengambil posisi di sebelahmu dan meregangkan sebuah payung di atas kepalanya dan kau, Vi. Lalu kau melangkah dengan gerakan yang pasti, semakin menghilang dari sorotan mataku. Aku hanya bisa tunduk pada kepasrahan.

17 September 2007
            Cinta ini semakin membukit, memenuhi rongga hatiku yang sudah terdesak minta dikeluarkan. Tapi bagaimana? maksudku bagaimana caranya? Kau tahu Vi, aku masih sangat ingat tentang hari ini. Kau memberikanku bahagia tak terkira, kejutan yang tak pernah aku sangka-sangka.
            Kau menemuiku untuk pertama kalinya sejak setahun kita kenal. Perpustakaan sekolah yang peminatnya kurang dari sepuluh orang saja tiap harinya. Ketika aku menyusuri buku demi buku di lorong perpustakaan, kau menjelma nyata di hadapanku. Ini memang benar-benar kenyataan. Kau memberikan senyuman terindahmu untukku.
            Lalu kau menyerahkan padaku secarik surat merah jambu, kau tahu apa yang aku pikirkan saat itu? Ah… kebahagiaan yang tak terkira. Bahkan saat berhadapan denganmu barang sebentar saja sudah memberikan kebahagiaan sempurna buatku. Tapi surat merah jambu ini, apa maksudnya?
            Hatiku sudah terlebih dulu mengulum senyuman sebelum kau benar-benar berkisah tentang apa maksudnya surat itu. sedetik kemudian kau hanya menyampaikan sebaris kata.
            “Dit, tolong aku, titip surat ini untuk Zaldi ya, makasih.”
            Jegeerrrr…!!!
Vi, kau tau perasaaanku saat itu? Akan aku jelaskan bahwa saat ini, pada hari ini untuk pertama kalinya aku merasakan patah dan hancur hingga ke akar-akarnya. Padahal kau hanya berbicara sepuluh kata saja padaku tapi nyaris membuat jantungku berhenti berdetak, terlalu dalam. Aku tak pernah siap dengan keadaan seperti ini.
Kau sudah tahu kan, bahwa aku jatuh terkapar hanya karena peristiwa sesederhana ini, sungguh mengenal kau, Vi. Mungkin aku hanya bisa menyendiri dalam semu. Banyak hal yang membuat puzzle hati yang ku bangun seketika berantakan.

19 Februari 2008
            Aku masih setia, menunggu detik-detik kabar yang entah baik atau buruk yang pasti akan aku sampaikan, meski menunggu waktu hingga aku benar-benar siap. Kau tahu Vi, sejak kejadian bulan September tahun lalu, aku semakin takut, galau. labil, dengan apa yang akan aku dapatkan dikemudian hari. Tapi aku tak pernah alergi untuk tetap mencintai kau, Vi. Sebab darimu aku mengenal sebuah cinta, kesetiaan, dan keikhlasan hati.
            mengumpulkan kembali satu demi satu benih-benih cinta yang berjatuhan. Aku masih juga menyimpan rindu yang hanya ku alamatkan pada singgasana hatimu, Vi. Semoga aku bisa mengungkap semuanya padamu, suatu saat nanti.

17 September 2010
            Hahaha… setelah bertahun-tahun aku baru yakin akan membicarakan semuanya pada kau, Vi. tentang perasaanku. ditanggal yang sama saat kau menemuiku dan memberiku surat merah jambu yang nyatanya bukan untukku. detik pertama aku merasa patah, hingga bertahun memulihkannya agar sembuh total, seperti sedia kala. aku bertandang ke rumahmu, melangkahkan kaki dengan gontai, aku sudah hafal benar bagiamana sususan rumahmu dari halaman depan hingga ke belakangan. Pengintaianku yang tak pernah kau tahu selama ini, saat gerimis aku pernah melihat kau terpaku di jendela menatap rintik hujan dengan seksama, aku rindu suasana seperti itu.
            kau terkejut melihat kedatanganku yang tiba-tiba, dengan setangkai mawar putih kesukaanmu yang sengaja aku bawa buat kau, Vi.
            “Aku hanya lelaki sederhana, Vi, yang pandai menyimpan cinta. Tapi kini aku sungguh tak sanggup lagi memendam semuanya sendirian.” kataku.
            “Maksudmu?”
            “Kau pasti tahu persis apa maksudku, saat kau jauh aku selalu rindu, apalagi namanya kalau bukan cinta, Aku mencintai kau, Vi,” tiba-tiba aku tertunduk, kau  terisak entah karena apa. Tak lama kau bilang bahwa kau butuh waktu untuk menyelami segalanya, untuk mengerti dan berfikir. baiklah, aku akan setia menunggu.

17 September 2011
            Tepat hari ini, tepat saat aku mendengar lagu seperti bintangnya yovie and Nuno. hari ini pula kau berjanji akan memberikan sebuah keputusan besar selama hidupmu. Setahun setelah aku merasa lebih lega, bebas, tenang. dan hari ini aku kembali berharap, meski yang aku yakini kau selalu menjauh dariku setahun belakangan. Dan sekarang saatnya aku menagih janjimu.
            “Apa sudah kau pikirkan matang-matang, Vi?” tanyaku, kau hanya terdiam. “Apa yang ingin kau katakan?” kau menatap sejenak ke arahku dan kembali menundukkan wajah.
            “Dit, sebenarnya aku sudah cukup sabar saat awal aku mengenal sebuah cinta, hanya saja kau yang tak pernah mengerti.”
            “Apa yang tidak aku mengerti, Vi?”
            “Kau tentu masih ingat saat kita bersama bersebelahan di halte bus ditemani bias-bias hujan, kau hanya diam. Hingga seseorang yang membawaku pergi dari tempat itu, lalu apa yang kau lakukan? padahal aku sangat berharap ada sebuah kata-kata yang mengalir darimu untukku,” aku membisu mendengar deruan suara kau, Vi. Hingga belum sempat terjawab kau yang lagi-lagi berbicara. “Kau juga pasti masih ingat kan tentang surat merah jambu? Surat yang aku titipkan untuk Zaldi, dan apa yang kau lakukan? kau tidak cemburu, kan? kalau iya, kenapa pula kau menanggapinya sambil tersenyum mengiyakan? tanpa basa-basi lainnya. Hingga September tahun lalu kau baru menemuiku tuk pertama kali, aku senang sekali, hanya saja aku masih berusaha menyakini diriku bahwa kau memang benar-benar mencintaiku,” ucap kau, Vi. “Kau tau, Dit. Wanita itu butuh kepastian.”
            Ya Tuhan, apa yang harus aku lakukan? sebenarnya aku yang tak mengerti atau dia yang tidak mengerti?aku memang bersalah dalam hal ini. Bersalah karena cinta atau bersalah karena tak mengungkapkannya sekian lama. Ah, mungkin dua-duanya.
            “Baiklah, aku yang terlalu lemah dalam hal ini. Aku sangat menyesal, andai saja aku tahu sejak awal tentunya tak akan seperti ini jadinya. Apa lagi yang kau inginkan dariku, Vi? aku hanya berharap jika akhir pada kisah ini selesai dengan happy ending meski kau menolakku sekalipun. Setidaknya aku tahu kau memiliki perasaan yang sama selama ini. Itu sungguh sudah lebih dari cukup. Maafkan aku, Vi,” Aku meninggalkan kau sendiri. Langkah yang lunglai mulai tertatih pergi. selangkah, dua langkah, tiga langkah.
            “Dit,” aku menoleh. “Aku ingin bukti kesetiaanmu, datang lagi padaku setahun kemudian, tepat tanggal 17 september. Aku tunggu kau di rumah bersama keluargaku,” Aku tersenyum.
            “Maksudmu?” Aku tertawa lebar. Menatap matamu juga bibirmu yang tersenyum.
            “Kau sudah mengerti apa maksudku, kan?” Tanya kau, lalu giliran kau yang pergi meninggalkanku, di sini. menyisakan rasa bahagia yang sangat. Aku berlari sejadi-jadinya. melanglang riang ditemani hujan pertama di bulan September.


 Erny Binsa
Jakarta, 19 September 2011
(ini salah satu cerpen saya yang dibuat dua tahun yang lalu, boleh dong minta kritik sarannya... :)

Komentar

  1. Huwaa... Sumpah, keren banget.. keren banget,,
    Crita cinta terpendam gni Sesuai bnget ama seleraku,,Lagunya Yovie & Nuno di openingnya itu jg slah satu lagu kesukaanku.. Kok pas bnget, sih ??
    Lnjutkaaann... :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha, jangan berlebihan deh... ckck nanti idungku kembang kempis..

      Lah saya juga nggak tau, kebetulan emang suka lagu ini, jadi disangkutpautin deh sama cerpennya, cocok banget soalnya.. hehe...
      Berarti selera kita sama... :D

      Hapus
  2. ceritanya September ceria nih....
    lagunya ffavoritku banget tuh! hehhe

    http://www.ajavasisme.com/2013/04/hang-out-bareng-di-tunjungan-street.html

    BalasHapus
    Balasan
    1. September gak ada yang ceria, biasanya galau mulu. Maklum musim ujan, cucian belum diangkat malah basah lagi, gimana nggak galau...

      Haha iya itu lagu keren... :D

      Hapus
  3. mengharukan, suka gayamu dalam menulis :)

    BalasHapus
  4. erni aku saran boleh, kan itu percakapan antara 2 manusia, beda jenis kelamin lagi. gimana kalo karakter penggunaan kata dibedain ar lebih hot dan menguatkan karakter tokoh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saran diterima... Tapi saya masih belum paham sih apa maksudnya, tapi yang saya buat ini memang modelnya bercerita, seperti tulisan dalam diary makanya ada tanggal-tanggalnya. Lalu terkait karakteristik mungkin karena secara nggak langsung punya karakter yang sama gitu ya? atau percakapannya yang terlalu baku?

      Hapus
  5. ini, kejadian beneran apa engga ?

    Langsung ke bawa suasana , awalnya sempat bingung sih
    Ini vi cewek apa cowok, huh

    Keren, out of the box ,

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha beneran gak ya? menurutmu ada gak ini kisah di dunia nyata? kalo ada ya berarti emang ada kejadian beneran.. :p

      Iya nih, namanya cuma sepotong, lain kali dilengkapi lagi deh...

      makasih...

      Hapus
  6. Cinta memang tidak habisnya untuk dibahas, apalagi dibuat menjadi cerpen.

    BalasHapus
    Balasan
    1. bukannya kita dhidup di dunia karena cinta? bukan hanya cerpen, ayo tebarkan cinta dimuka bumi... :D

      Hapus
    2. Betul-betul hidup memang tidak jauh dari yg namanya cinta. cinta kepada Allah, cinta kepada rosul, cinta kepada orang tua, cinta kepada sesama dsbg.

      Hapus
  7. cinta ga boleh dipendam, gitu ya intinya?? hhe.
    like this :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terserah mengartikannya bagaimana.. Pernah baca begini, orang yang tidak bisa mengungkapkan perasaannya berarti ia terlalu mencintai dirinya sendiri. Siapa ya yang pernah nulis itu? saya lupa. :D

      Hapus
  8. keren..keren..
    cnta mmg gak habis buat d critain...

    BalasHapus
  9. wah, hidupnya penuh cinta , sehingga bisa bercerita tentang cinta
    hidup saya tak ada cerita cinta yang bisa diceritakan
    #melas

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha.... Gak gitu juga kali, berarti kalo saya buat cerita cinta, lu juga harus cerita tentang kemelasan lu dong. Biar sama-sama berbagi cerita... wkwk

      Hapus
  10. udah jago buat cerpen dari dulu. Keren :)

    BalasHapus
  11. bagus cerpennya, "Aku berlari sejadi-jadinya. melanglang riang ditemani hujan pertama di bulan September." itu ngingetin sesuatu di bulan september bagi gue.. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Cieeeeee...... pasti inget waktu dikerjar-kejar utang ya... xixixi pisss...

      Hapus
  12. Bagus nih cerpennya ...
    Alurnya gak ribet ...
    Harusnya dikirimin aja ke surat kabar atau majalah remaja ...
    Layak menurut gue :)

    Sedikit kritikan, agak perhatikan tata tulis aja ..
    Overall .. Keren!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tengkyu saran dan kritiknya Bang...
      Gue gak PD kalo ngirim ke Media, udah terlanjur terluka, udah berkali-kali ngirim ke media boro-boro dimuat tapi dapat kabar gak lolos aja nggak, gimana nggak sedih coba? berasa di PHPin.

      Okay...

      Hapus
  13. Kalau ada ilustrasi gambarnya lebih mantap dah :D

    BalasHapus

Posting Komentar

Terima kasih sudah singgah. Silakan berkomentar :)

Postingan populer dari blog ini

TRAGEDI LEMBAH HIJAU

Apapun Selain Hujan (Review Buku)

Lima Pencapaian yang Terjadi di 2017