Kalimati in Action (#3rd Stories)
Gunung
bukan sekedar onggokan kerucut besar kumpulan tanah berpasir, laut bukan
sekumpulan air dalam wadah raksasa, hutan bukan sekedar sekumpulan tumbuhan
dalam pot besar, sungai bukanlah sekedar mengalirnya air untuk riasan bumi.
Lebih dari itu, karena sesungguhnya pada diri mereka ada diri kita.
(Harley
B. Sastha)
Kembali lagi dengan
saya di blog yang sama, masih di Ranu Kumbolo nih ya.
Jadi gara-gara kita
merasa tas keberatan kita memutuskan untuk memberikan beras yang kita punya
kepada pendaki yang ngecamp di Ranu Kumbolo, karena percuma dibawa tapi spirtus
kita hampir habis, kita punya 3 liter beras yang belum di masak, 2 liter
dikasih ke orang, 1 liter kita bawa.
Sebelum berangkat kita
berdoa kembali, perjalanan ke kalimati membutuhkan waktu 4-5 jam perjalanan
dari Ranu Kumbolo. Setelah semua siap kita berangkaaat…
Akhirnya saya bisa
melihat dengan jelas gimana tanjakan cinta itu, oh ternyata emang mirip banget
sama yang 5 cm, sebenernya nih tanjakan ini gak begitu panjang cuma jalannya
bener-bener nanjak sehingga saya harus berkali-kali ngaso.
Dan mungkin pernah
denger ada mitos yang menyebutkan kalo kita melewati tanjakan cinta sambil
memikirkan orang-orang yang kita sayang, dia akan menjadi jodoh kita dengan
syarat nggak boleh nengok ke belakang. Saya dan Ka Lina berjalan di belakang
ngeliat Ibnu sama Kakek khusyuk banget jalannya udah kayak sholat, bener-bener
kagak nengok meski udah dipancing-pancing. Hadeh kecewa ah saya gagal bikin
mereka pada nengok.
Eh iya ada yang mau
tau kenapa itu disebut jembatan cinta? Jadi sejarahnya begini, pernah ada suami
istri yang mendaki jembatan itu, suaminya berjalan duluan trus istrinya
belakangan, si suami sampai di puncaknya dan langsung poto-poto, dia nggak
sadar kalo istrinya jatuh dan gelindingan ke bawah sampai meninggal. Jadi deh
disebut jembatan cinta.
APA HUBUNGANNYAAAAAA?
PLIS ADA YANG BISA
NGEJELASIN DIMANA LETAK CINTANYA?
KENAPA ITU NAMANYA
JADI JEMBATAN CINTA? GAK NYAMBUNG DEH!
EMOSI NIH GUE!
GAK ADA CINTA-CINTANYA
ITU MAH, TANJAKAN ITU LEBIH PANTES DISEBUT JEMBATAN TRAGIS!
(tenang-tenang, jangan
emosi, istigfar-istigfar er…)
Huft, lagian sih nggak
sinkron antara jembatan sama sejarah awal mulanya, maaf ya temen-temen saya
emang kadang orangnya suka sensitif gitu, saya ngga bisa ngeliat hal semacam
itu terjadi, dimana letak keadilan itu? Dimana? Suami ninggalin istrinya sampai
nggak tau kalau istrinya gelinding, eh malah poto poto lagi! Suami macam apa
itu?
(Jiah emosi lagi dah
gue.)
Yaudahlah ya, lupakan
tentang sejarah jembatan tersebut daripada nanti saya senewen sendiri.
Next…
Saya paling belakangan
waktu nanjak jembatan tragis itu, sampai di puncak istirahat sebentar karena
perut saya kram. Nggak lama kemudian kami berangkat lagi, lagi-lagi kita diberi
pemandangan yang luar biasa indahnya, padang savana yang biasa disebut oro-oro
ombo, seluas mata memandang kami disuguhkan dengan penampakan alam yang keren, Subhanallah… Makin cinta Indonesia dan saya kembali berambisi untuk singgah di
setiap kota di Indonesia. Ternyata diantara kebobrokan Negara kita tersimpan
banyak keindahan di dalamnya.
Tidak jauh dari sana
lagi-lagi kita diperlihatkan keindahan sekumpulan bunga lavender berwarna ungu
ungu lucu gitu, kita menyebutnya bunga lavender karena emang mirip banget kok.
Ciyus deh…
Suasana
Mencekam dalam Hutan
Setelah kami melewati
padang savana Oro oro ombo yang subhanallah indahnya, cuaca semakin gelap,
matahari hampir tidak kelihatan lagi, kami menyiapkan senter kepala
masing-masing. Dan mengatur posisi. Ibnu sebagai (cheer)Leader berdiri paling
depan, Kedua Ka Lina, ketiga saya, dan Kakek di posisi belakang. Kita kembali
berjalan dan masuk hutan.
Dari awal kita sudah
berdiskusi, tidak ada yang boleh ninggalin temen, mengatur jarak agar tidak
terlalu jauh, dan kembali berdoa lagi.
Suasana hutan menuju
kalimati benar-benar seperti tidak ada kehidupan, hening dan mencekam. Nggak
ada suara jangkrik atau apapun, hanya hawa angin yang lembut. Wah ini nggak
bisa dibiarin, suasana udah sepi begini kita gak boleh ikut-ikutan sepi.
Sepanjang perjalanan kami memutuskan membaca shalawat, asmaul husna, dan
nyanyi-nyanyi ditambah dering alarm Ka Lina yang agak-agak nyeremin gimana
gitu.
Perjalanan malam itu
hanya kami berempat, tak ada yang lain, kami hanya berharap bisa bertemu dengan
pendaki yang lain, entah mereka turun atau naik, ada sih beberapa pendaki yang
baru turun dan lagi pada istirahat, sebentar menyapa lalu kemudian hening lagi.
Kami melanjutkan berdoa dalam hati masing-masing.
Satu Jam…
Dua Jam…
Ya Allah saya hampir
menyerah… Saya adalah yang paling banyak minta temen-temen untuk break. Saya sendiri juga nggak paham kenapa tiba-tiba tubuh saya bisa
hampir jatuh padahal perjalanan masih panjang. Di tempat beristirahat temen-temen
juga menguatkan saya.
“Ayo, Erny jangan
kebanyakan istirahat dan minum, you can do it! Ini makan gula jawa biar kuat.”
Dalam hati saya juga
ikut bergumam. Kuatkan aku ya Allah,
kuatkan langkahku, erny bisa, erny pasti bisa!
Kami siap-siap melangkah
lagi.
“Plis, kita berdoa
lagi ya bareng-bareng sebelum jalan,” saya meminta, temen-temen membuat
lingkaran dan saling menundukan kepala, kembali doa dipimpin oleh kakek.
Alhamdulillah kondisi
badan sudah lumayan fit. Kita berjalan lagi, Ibnu sebagai pemimpin ngecek
keadaan anggotanya satu-satu.
“Lina Oke?”
“Oke!”
“Erni Oke?”
“Lanjuuuuut…
“Yudis, Oke?”
“Siap!
Perjalanan kembali
dimulai. Seperti kebiasaan kita sebelumnya, biasanya sang pemimpin selalu
memberi kami aba-aba, misalnya:
“Awas ada batu,” spontan
Ka Lina juga berucap demikian kepada saya, dan saya kepada kakek, dan kakek
kepada…. Krik krik…
Sepanjang perjalanan
kami juga hampir tersesat, karena tidak terlihat tanda petunjuk arah ke
kalimati sementara ada dua belokan. Haduuh… kalo udah kayak gini, biasanya kita
bermain feeling.
“Ada dua jalur, kita
ke kanan atau ke kiri?” Tanya Ibnu.
“Feeling gue sih belok
kiri,” kata saya, nah karena feeling saya kadang-kadang suka kebalik, akhirnya
kita memutuskan belok kanan. Jiaaaaah gubrak! Dan ternyata emang nggak nyasar.
Hahaha…
Kembali melangkah, si
kakek di belakang saya bilang gini.
“Temen-temen, baca
surat apapun yang kalian hafal ya,” hm.. surat apa ya? Surat tagihan apa surat
cinta. #Lupakan
Ngeliat tindak tanduk
kakek seperti ada yang aneh deh. Kami tetap melihat jalan sambil berzikir,
bersolawat dalam hati. Tapi saya gak gitu suka deh sama suasana kayak begini,
sepi, hening gitu. Akhirnya kami ramai sendiri, mulai bernyanyi-nyanyi
sepanjang perjalanan.
Kalimati
Kami Datang
Hingga akhirnya kita
ketemu pendaki yang turun.
“Semangat Mas, Mbak,
Kalimati udah sebentar lagi, ini jalanannya tinggal menurun aja kok,” kata
mereka. Kami kembali semangat, melebarkan langkah, hingga sekitar 30 menit
kemudian kami sampai di Kalimati. Masya Allah, akhirnya sampai juga…
#sujudsyukur
Sampai di Kalimati
sudah banyak tenda-tenda yang berdiri, kami mencari temen-temen Daihatsu, niat
awal pengen minta makan. Kami teriak-teriak manggilin.
“Daihatsu dimana
kaliaaaan?” tapi nggak ada jawaban, hm berarti belum jodoh.
Waktu menunjukkan jam
9 malam, kami masang tenda, Alhamdulillah di sebelah ada bekas kayu bakar
pendaki yang belum mati, Ibnu dan Kakek memasak nasi disana, sama jagung yang
dibawa Ibnu, sementara saya dan Ka Lina masak sarden di tenda. Sampai matang,
kami makan bersama seadanya, lagi-lagi beras yang dimasak kakek dan ibnu nggak
matang, masih keras, tapi kita tetep makan.
Saya yang gila kopi
juga galau nggak ada air panas, spirtus bener-bener sudah ada tanda-tanda
sakarotul maut, akhirnya terpaksa bikin kopi pake air dingin. Eh tapi ada tenda
sebelah yang punya banyak persediaan spirtus, mereka bawa satu gentong deh
kayaknya. Alhamdulillah mereka ngasih kita spirtus, saya langsung tuang tuh
spirtus ke botol yang saya bawa. Tapi saya baru inget, kan beras kita udah
dikasih orang waktu di Ranu Kumbolo, gak mungkin diambil lagi kali.
Sekarang giliran
spirtusnya banyak, tapi nggak ada yang bisa dimasak. Hahaha… persedian tinggal
mie dan kornet buat besok.
10.30 pm
Kami memutuskan tidur
sebentar, karena jam 11 malamnya kami langsung berangkat menuju arcopodo dan
menuju puncak semeru. Yups, kami hanya istirahat 1 jam 30 menit saja untuk
menyiapkan kondisi. Awalnya kami mau berangkat jam 1 pagi aja, tapi pengalaman
pendaki-pendaki yang turun mereka jalan jam segitu baru sampe puncak jam 8
pagi, wah gak dapat sunrise kalo gitu. Akhirnya kami memutuskan berangkat jam
11 malam itu juga. Nekaaaat…
Ternyata bener ya sesuatu
yang kita dapatkan dengan bersusah payah jauh lebih bernilai dan selalu
terkenang dalam memori. Menulis catatan perjalanan ini, saya jadi kangen
semeru. J
Anthena VII, 2 Juli
2013
Erny Binsa
wahh blognya sama kaya mbak Meykke ya?
BalasHapusjalan-jalan gitu deh
Haha iya.. Tapi beda karakter tulisannya :)
HapusSubhanallah. Temen sekolahku juga pada ke Semeru. Tapi aku nggak pernah dibolehin. :(
BalasHapuskenapa nggak dibolehin? baik baik aja izinnya.. insyaAllah dikasih izin... :D
Hapuslagi lagi cuman bisa baca & liat foto fotonya.. pengen juga eh jalan jalan kesana..
BalasHapusyaudah jangan cuma baca kuh, giliran elu yang bercerita.. ayo angkat ranselnya...
HapusSpirtus? Itu yg dipake buat nyalain api di tukang tambal ban - tambal ban itu kan?
BalasHapusYg dibilang bunga lavender tadi sebenrnya bukan bunga lavender khannn... Hayo ngaku :D
Gak tau juga bang, tapi pas beli ditukang tambal ban gak ada yang jual... belinya di toko yang jual cat...
HapusLah, kan gue bilang itu mirip bunga lavender, asilnya mah gue nggak tau, susah sih namanya... :D
Bikin ngiri nih :'0
BalasHapusIya asli ngiri........
Bodo amat dah bang... -_-
Hapuswaaaaaa., tambah pengen naik nih...
BalasHapusNaik kemana bang Esa? :D
Hapuskak, kali - kali ajak aku ke sana ya. mupeng banget :(
BalasHapusBoleh banget... saya emang hobi ngajak ngajak orang... kalo serius hubungi yaa, nanti kita jalan bareng... :D
Hapusdeg2an baca pengalaman yg di hutannya
BalasHapushahaha.... ada sesuatu loh...
HapusYang kecil-kecil kayak meses warna-warni di gambar pertama itu tenda? Lucu deh... Pemandangannya keren.
BalasHapusYup... itu tenda tenda yang ada di Ranukumbolo motonya dari atas jembatan cinta... :D
Hapuswah cah-cah mapala ITS tiap akhir kuliah pasti kesini mbak, mereka mengenang sesuatu disini . . . ada kok di bukunya 5 Cm
BalasHapusIya bang, saya juga udah baca bukunya...
Hapusserruuu banget kayaknya, rame banget yg diriin tenda disana, jadi warna warni gitu.
BalasHapusjiaahh ceritanya kalau lewatin tanjakan cinta gak boleh liat kebelakang? move on ya ceritanya, ckckck
iya sih heran juga dimana bagian cintanya -_-
Iyaaa jadi lucu kalo diliat...
HapusTau deh itu mitos dari mana, aneh ya?
haha
KEREEEENN SUMPAHH, semenjak nonton 5CM gue pengen bangeettt kesaanaaa T_____T
BalasHapushahaha kesana gih!
HapusAku pengen kesanaaaa X( keren banget kayaknyaaaa
BalasHapusSemeru menunggu bang nizar... :D
Hapuskak erny kalo naik gunung gitu balik kerumahnya kapan kak????
BalasHapusGit, yang lain gitu yang ditanya. haha
HapusTau Gita mah aneh... -_-
HapusKeren.. Wanita hebat kamu yahhh
BalasHapusWanita biasa aja kok Li... :D
Hapusgue udah baca 3 blog yang nyeritain pengalamannya pas jalan ke semeru, jadi tambah iri gue.
BalasHapuscerita di balik nama tanjakan cinta lo terlalu aneh dan parah, ga tega gue baca tulisannya. tisu, tius mana tisu............
lo kebnyakan mikirin cowo lo kale, makanya ga kuat buat nanjak
Eh lo Mahasantri bukan?
HapusMakanya sekarang giliran elu yang kudu cerita bang...
LEbayyyy -_-
sebaiknya sebelum melakukan pendakian, makan nasi dulu. saya juga pernah begitu, ngedrop, gampang banget capek gara2 sebelum nanjak ga makan nasi. saya kira makan mie sudah cukup, ternyata nasi ngefek banyak :D
BalasHapusBener banget mbak,, ini jadi pelajaran berharga buat saya.. :)
Hapusperjalanan dari tumpang ampe ranu kumbolo berapa lama ya???
BalasHapussaki destoro
balikpapan
Kalo dari tumpang ke ranu pane aja sekitar 2 jam naik pick up, nah kalo dari ranu pane ke kumbolo normalnya 4 jam... kira-kira 6 jam sampelah... :)
Hapus