Ayahku (Bukan) Pembohong #Reviewbook
JUDUL BUKU : AYAHKU (BUKAN) PEMBOHONG
PENULIS : TERE-LIYE
PENERBIT : GRAMEDIA
PUSTAKA UTAMA
TERBIT : I, APRIL
2011
HARGA : Rp.
45.000
TEBAL : 299 HALAMAN
Setiap
membaca lembar demi lembar novel yang di tulis oleh penulis Tere-Liye mebuat
saya semakin menyadari makna hidup yang sebenarnya, dari yang paling dekat
dengan kita, yaitu keluarga. Dalam novel ini bahasa yang digunakan mudah untuk dimengerti
dan tidak bertele-tele. Di sini pembaca akan mengerti hakikat kebahagiaan yang
sebenarnya. Seperti yang dikatakan oleh Pak Arwin Rasyid, “Isinya tak hanya
menggugah dan membuat haru, tapi membuat kita merasa perlu meneguhkan kembali
keyakinan dan kecintaan pada keluarga. Salut atas novel ini.”
Tere-Liye
bukan penulis yang asing dikalangan pembaca. Banyak karya-karyanya yang
berhasil membuat pembaca menahan nafas bahkan sampai berlinang air mata. Ia juga
berhasil membuat pembaca penasaran pada setiap jelmaan kata yang ditorehkan dan
tak membiarkan berhenti membaca sebelum semuanya tuntas. Begitu juga dengan
belasan novel yang sudah diterbitkan sebelumnya. Seperti Hafalan Sholat Delisa
yang akan diangkat ke layar lebar.
Kekurangan
dalam novel ini adalah ketika penulis menceritakan hal-hal yang tidak wajar dan
tidak rasional. Namun, banyak pesan yang terkandung dan sangat menginspirasi.
Buku ini layak untuk menjadi koleksi siapa saja, mulai dari yang muda sampai
dewasa. Kearifan kata-katanya bisa membuat hati siapa saja tergugah.
Bermula
dari seorang anak bernama Dam, yang sedari kecil tak pernah bosan mendengar cerita
dari sang ayah. Bahkan selalu menunggu dan tak sabar untuk mengetahui apa
cerita selanjutnya. Ayah, seorang yang terkenal jujur dan sederhana. Membesarkan
Dam dengan cara yang sederhana pula. Dam tak habis pikir bahwa ayahnya begitu
hebat, bisa bersahabat dengan kapten pemain bola terkenal yang sangat
diidolakan Dam, ELCAPITANO! EL PRINCE! Ayah juga pernah bercerita tentang petualangnya
di lembah Bukhara dan Ayah memakan apel
emas di lembah Bukhara. “Kau tahu, Dam, mereka hanya punya satu pohon diseluruh
lembah, dan apel itu hanya tumbuh sepuluh tahun sekali.” (Hal.140)
Dan
hal itu membuat Dam bertanya-tanya apakah kisah itu nyata? Dam tahu ayah tak
akan pernah berbohong. Namun, saat Dam mulai sekolah di Akademi Gajah ia
berteman baik dengan Retro dan secara tidak sengaja saat Dam dan Retro dihukum
untuk membersihkan perpustakaan sekolah. Retro menemukan sebuah buku yang sudah
lusuh, membacanya dan menunjukkan pada Dam. Dam penasaran saat membaca judul
buku tersebut. “Apel Emas dan Lembah Bukhara” cerita-cerita yang pernah Ayah ceritakan ada
di dalam buku tersebut, hanya saja ayah menambah-nambahkan hal tentang dirinya
yang tak ada dalam buku. Saat itu Dam merasa bingung, dan berusaha mencari tahu
apakah ayah bohong atau tidak? Meski dalam hati Dam selalu teringat bahwa Ayah
adalah orang yang jujur. Bahkan semua orang mengakuinya.
Namun,
filosofi Retro ada benarnya juga. Mungkin Ayah berbohong karena cerita ayah
terlalu berlebihan. Bahkan Ayah juga berbohong tentang Ibu yang sudah memiliki
penyakit bawaan sejak 20 tahun terakhir. Dan sejak Ibu meninggalkan Dam, Dam
tak ingin lagi mendengar cerita-cerita Ayah, Dam membenci Ayah karena telah
tega membohonginya.
Sampai
Dam menikah dan punya anak Zas dan Qon, cerita itu masih berlanjut untuk
anak-anak Dam. Ayah sering bercerita pada Zas dan Qon tentang cerita-cerita
yang sama yang dulu pernah diceritakan pada Dam, Zas pernah protes dan bertanya
pada Dam, apakah cerita itu nyata atau tidak? Dam hanya menjawab. “… Tidak
penting lagi itu sungguhan atau bukan, Zas. Sepanjang itu menarik dan seru,
anggap saja seperti film hebat yang kita tonton, tidak penting itu kisah nyata
atau hanya film. Kakek boleh jadi sedang bergurau, kakek boleh jadi sedang
menceritakan yang sebenarnya. Ketika kita belum tahu, tidak penting itu
sungguhan atau bohong.” (Halaman194)
Dam semakin
geram saat mengetahui anak-anaknya bolos sekolah karena sedang mencari tahu
kebenaran cerita Ayah. Hingga akhirnya Dam mengusir Ayah dari rumah dan segalanya
terungkap saat akhir novel ini. “Aku turut berduka cita, Dam. Ayah kau adalah
segalanya bagi kapten tua ini. Ayah kau terlalu sederhana untuk mengakuinya.”
(hal.298)
Sampai
detik-detik terakhir penggalan novel ini saya terhanyut. Berusaha menyelami
kata-kata yang ingin disampaikan penulis. Bukan hal yang mudah untuk
seorang penulis membuat pembacanya akan
selalu terkenang pada setiap kata per kata yang ditulis. Dan, Tere-Liye telah
berhasil.
Suka sama novel ini tak?
BalasHapusMenurutmu novel ini bagaimana?
Saya suka novel ini... kau kan sudah baca pendapat saya tentang novel ini...
Hapus